Perkembangan teknologi di era digital saat ini begitu pesat. Munculnya kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) yang terus dikembangkan guna menunjang ilmu pengetahuan maupun teknologi di bidang pendidikan.
Menurut Dr. Mukodi, M.S.I selaku Ketua STKIP PGRI Pacitan, hal tersebut merupakan sebuah kelaziman seiring kemajuan teknologi. Namun, dalam penggunaannya harus bisa mengendalikan, mengutamakan sikap tabayyun dan mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan.
“Maka dengan demikian perlu kami sampaikan AI memiliki dampak positif dan ada dampak negatifnya,” tandasnya. Selasa, (23/1/2024).
Salah satu dampak positif dari adanya AI bisa digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan yang awalnya memerlukan waktu pengerjaan yang lama menjadi lebih mudah dan cepat.
“Contoh, dulu kalau seseorang tidak bisa menggunakan aplikasi coreldraw, photoshop sekarang bisa menggunakan aplikasi canva ada fitur AI sebagai bagian daripada proses editing foto, bisa menggunakan snap edit juga,” terangnya.
Selain itu, kecerdasan buatan juga bisa membantu seseorang yang memiliki aktivitas padat dan banyak tuntutan perkerjaan dalam satu waktu sehingga lebih efisien.
“Sekarang dengan adanya kecerdasan buatan semua yang sulit dipermudah dengan menggunakan presentasi model slidesgo ataupun kegiatan-kegiatan yang bisa digunakan secara efektif dan efisien waktunya,” ujarnya.
Dari berbagai dampak positif yang ada, perlu diketahui dampak negatif yang menyertai. Sebagai manusia yang dikaruniai akal harus selektif dalam menerima segala sesuatu yang muncul dan memperhatikan sumber referensi yang nyata.
“Apa yang disampaikan kecerdasan buatan tidak semuanya benar. Karena yang bersangkutan AI-Nya itu menggunakan beragam referensi. Referensinya itu kita tidak tahu apakah yang nulis itu anak-anak SMA, S1, S2 bahkan SD misalnya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Dr. Mukodi menyampaikan, sebagai manusia yang memiliki cita rasa, memiliki akhlak, memiliki budi pekerti, dan kecerdasan harus mengklarifikasi tulisan yang diciptakan oleh kecerdasan buatan valid atau tidak.
“Kalau tidak valid maka perlu diganti, ditambah data dan sebagainya. Kemudian yang tidak kalah pentingnya kecerdasan buatan itu luar biasa sungguh luar biasa. Hanya kekurangannya ia tidak memiliki rasa, ia tidak memiliki karakter,” jelasnya.
Pihaknya berpesan, ketika menggunakan kecerdasan buatan harus menelusuri kebenarannya terlebih dahulu melalui teori-teori baru baik dari jurnal, buku maupun kajian-kajian terkini. Sehingga sebagai manusia yang dianugrahi oleh kecerdasan bisa mengendalikan teknologi bukan dikendalikan.
“Kami mengharap dengan sangat siapapun baik itu mahasiswa, dosen maupun kaum cendekia yang menggunakan kecerdasan buatan apapun itu harus betul-betul didasari dengan nilai-nilai etika budi luhur dan akhlakul karimah,” pintanya.